SASTRAWAN INDONESIA SUGUHKAN KARYANYA DI FESTIVAL SENI DAN BUDAYA EUROPALIA- DI BELGIA
Yofamedia.com, Jakarta - Boekenbeurs merupakan pameran buku tahunan yang diselenggarakan oleh Boek.be. Pameran ini diadakan pada awal bulan November di Antwerp Expo, Antwerp, Belgia.
Beokenbeurs ini bertujuan untuk menyajikan buku-buku terbaru mereka untuk para penerbit Flemish dan Belanda, serta beberapa distributor bahasa asing.
Dalam penyelenggaraannya yang ke-81, Beokenbeurs bekerja sama dengan Europalia menghadirkan Ayu Utami, sastrawan Indonesia dengan novelnya berjudul “Saman”. Novel tersebut telah diterjemahkan ke dalam delapan bahasa asing di dunia.
Ayu Utami merupakan penulis perempuan yang pernah memenangkan sayembara roman Dewan Kesenian Jakarta melalui karya fiksinya yang berjudul Saman pada tahun 1998, dan ia adalah 1 dari 10 sastrawan terpilih yang karyanya menjadi topik pembahasan pada Europalia Arts Festival Indonesia 2017.
Yang tampil di Boekenbeurs bukan hanya Ayu sebagai sastrawan, melainkan ada Laurence Vielle. Ia merupakan seorang penyair asal Belgia yang sangat suka sekali mengucapkan kata-kata dan membacakannya secara ritmis.
Pada Juli 2017 lalu, ia mengikuti residensi di Makassar, Sulawesi Selatan serta mengunjungi Sageri, Pangkep, dan Toraja untuk meneliti agama-agama lokal. Di ajang Europalia Arts Festival 2017, Laurence Vielle hanya tampil dua kali di Antwerpen dan Brussels, Belgia.
Sebelum membuat novel Saman, Ayu telah memulai karirnya di dunia sastra Indonesia sebagai wartawan majalah berita yang dilarang terbit oleh Pemerintah Orde Baru di tahun 1994.
Kemudian Ayu bergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen atau AJI. Disaat itulah ia aktif mengkritik rezim otoriter yang runtuh pada bulan Mei 1998. Novel Saman tercipta sesaat menjelang tumbangnya pemerintahan Soeharto di tahun 1998 dan untuk pertama kalinya ia langsung mendapatkan perhatian dari publik Indonesia mengenai konten dari novel Saman yang ia buat.
Bukan hanya novel berjudul Saman yang ia ciptakan, masih ada belasan karya lainnya yang dimiliki oleh Ayu Utami.
Diantaranya Larung, Si Parasit Lajang, Bilangan Fu, Pengadilan Susila , Manjali Dan Cakrabirawa, Cerita Cinta Enrico, Soegija: 100% Indonesia, Lalita, dan Pengakuan: Eks Parasit Lajang. Bahkan Ayu juga pernah mendapat penghargaan Prince Claus di Den Haag in 2000 serta telah mengikuti berbagai festival sastra dunia.
Europalia Arts Festival, sebuah festival seni budaya terbesar dan termegah di Eropa. Dalam penyelenggaraan Europalia ke-26 di tahun 2017, Indonesia mendapat kehormatan sebagai negara tamu (Guest Country) pertama dari Asia Tenggara.
Pihak Europalia memandang Indonesia sebagai negara multi-etnik yang memiliki keberagaman budaya dan sudah saatnya mendapat perhatian dari masyarakat Eropa yang semakin majemuk.
Selama empat bulan, festival ini akan berlangsung pada 10 Oktober 2017 hingga 21 Januari 2018, mengangkat tajuk ‘Rampai Indonesia’ di beberapa kota di tujuh negara Eropa yakni: di Belgia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, Polandia.
Masyarakat Eropa mendapatkan “suguhan” keindahan ragam seni dan budaya Indonesia seperti teater, tari, musik, sastra literasi, film, seni pertunjukkan, dan gastronomi.
Untuk pameran sastra di Belgia kali ini, para penyair dan penulis Indonesia terpilih untuk mengisi sesi sastra dalam Europalia Arts Festival. Beberapa nama sastrawannya diantaranya ada Margareta Asmatan, Iksaka Banu, Norman Erikson Pasaribu, Ben Sohib, Zubaidah Djohar, Godi Suwarna, Tan Lioe IE, Intan Paramadhita.
Tetapi untuk Ayu Utami dan Laurence Vielle, mereka adalah dua sastrawan yang berkesempatan untuk menampilkan karyanya di Boekenbeurs, Antwerpen, Belgia.
[WHY].
Tentang Europalia Europalia Arts Festival
Merupakan festival seni budaya dua tahunan terbesar dan bergengsi di Eropa yang diselenggarakan di beberapa kota di Belgia dan sekitarnya sejak 1969.
Ajang yang diinisiasi oleh Kerajaan Belgia dengan memilih secara selektif negara tamu yang menjadi tema festival dua tahunan.
Di tahun 2017 sekaligus menjadi penyelenggaraan Europalia ke-26, Indonesia mendapat kehormatan sebagai Negara tamu (Guest Country) pertama dari Asia Tenggara juga yang keempat dari Asia setelah sebelumnya China, Jepang, dan India. Dalam pagelaran yang berlangsung selama empat bulan mulai dari 10 Oktober 2017 hingga 21 Januari 2018, Indonesia menampilkan teater, tari, musik, sastra literasi, film, seni rupa, dan gastronomi.
Dialog artistik dan karya cipta baru menjadi sentral dan mencerminkan misi EUROPALIA. Untuk itu dengan segala sesuatu yang terjadi di dunia saat ini, kita yakin akan misi ini yakni seni sebagai katalisator untuk mengenal dan saling memahami dengan lebih baik serta untuk mencapai perspektif baru yang diangkat melalui 3 (tiga) tema besarnya: Ancestors and Rituals, Biodiversity dan Exchange.
Galeri Nasional Indonesia mengambil bagian dalam menyuguhkan konten seni rupa tersebut.
EUROPALIA SEBAGAI PANGGUNG DIPLOMASI BUDAYA EUROPALIA 2017
Yang dibuka pada 10 Oktober lalu oleh Raja Philippe dari Belgia bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan berlangsung hingga 21 Januari 2018 ini sekaligus menghantar wajah ragam budaya Indonesia, menyampaikan pesan melalui kreasi warna dengan media gerak, bunyi, suara, maupun instalasi serta artefak. Ajang ini menjadi ruang diplomasi budaya secara luas serta menjadi ruang promosi bagi industri kreatif bidang seni dan budaya.
Nantinya ajang ini diharapkan dapat merangkul interaksi antar bangsa dan negara utamanya mengangkat keberagaman seni budaya Indonesia agar lebih dipahami dan dinikmati khalayak yang lebih luas lagi sehingga akan mampu memberikan magnet ketertarikan dan kecintaan yang pada akhirnya membangun serta menghadirkan komunitas seni dan budaya dari mancanegara maupun negeri sendiri dan memberikan makna bagi Indonesia.
Tujuan keikutsertaan Indonesia dalam EUROPALIA 2017 ini adalah untuk “menduniakan keragaman budaya Indonesia yang toleran, demokratis dan modern namun tetap menjunjung tinggi khasanah seni dan budaya”, ujar Bapak Hilmar Farid selaku Direktur Jenderal Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pihak EUROPALIA Internasional pun memandang Indonesia sebagai negara multi- etnik dan multi- agama yang sudah saatnya mendapat perhatian dari masyarakat Eropa yang makin majemuk. Selain itu diharapkan bahwa keikutsertaan ini dapat memperkuat hubungan kerjasama Indonesia dengan negara – negara Eropa serta meningkatkan people to people understanding and contact.
Dengan demikian diharapkan bahwa EUROPALIA 2017 yang mengusung Indonesia sebagai satu-satunya Negara tamu ini dapat memberi multiplying effect melalui Ekonomi, Sosial dan Budaya.
RAMPAI INDONESIA
Rampai Indonesia adalah tagline yang melekat pada berbagai persembahan yang dipersiapkan dengan matang dan melalui kerja keras para pelaku dan pencipta seni dan budaya yang lahir dari talenta- talenta muda baik melalui tradisi maupun Sekolah-Sekolah Tinggi Seni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Dipersembahkan oleh lebih dari 316 pekerja seni dan budayawan yakni seni tari, pertunjukan, musik, instalasi, film yang menyuguhkan lebih dari 247 karya dan event yang dapat dinikmati oleh khalayak pecinta seni melalui ajang EUROPALIA 2017 di beberapa kota di Belgia dan di 6 negara Eropa lainnya seperti Belanda, Jerman, Perancis, Inggris, Austria dan Polandia.
BEBERAPA HIGHLIGHTS ANCESTOR DAN ARCHIPEL
Pameran Ancestor menampilkan aneka ragam cara orang Indonesia menghargai leluhur. Kita adalah bangsa yang menghargai sejarah, namun berbeda-beda cara mengungkapkannya.
Berbagai tradisi budaya - mulai dari Kirab hingga Mudik - memperlihatkan ingatan terhadap leluhur masih mewarnai kehidupan masa kini. Pameran Archipel memperlihatkan budaya maritim Indonesia, gugusan pulau-pulau katulistiwa yang disatukan oleh laut.
Hubungan antar pulau terwujud dalam berbagai teknologi perkapalan, pengetahuan navigasi, serta aneka ragam tradisi. Kemampuan untuk mengarungi lautan ini sudah ada sejak lama, jauh lebih lama daripada kedatangan pelaut-pelaut dari Barat.[WHY]
Posting Komentar