Yofamedia.com, Bogor - Sekretaris Jenderal Asosiasi
Perusahaan Jasa Penagihan Indonesia Bersatu (APJPI Bersatu), Emiral Rangga
Tranggono, SH, CPL, mengatakan, pasca dilaksanakannya deklarasi APJPI Bersatu,
tiga agenda besar yang tengah digenjot oleh APJPI Bersatu yaitu melaksanakan
audiensi, merumuskan regulasi dan bagaimana caranya menjadikan organisasi ini
tetap berdiri.
“Soal regulasi masih dalam pembahasan kami, yang tentunya dengan harapan ada Undang-undang khusus atau peraturan khusus baik dari OJK maupun Kementerian keuangan yang bisa menaungi perusahaan jasa penagihan baik secara entitasnya, perusahaannya, para profesional pelakunya serta jasa penagihannya,” ujar Emiral, Rabu (27/2/2019) di Kota Bogor.
Berbagai musibah yang menimpa pekerja di sektor jasa
penagihan (debt collector) turut membuat Asosiasi Perusahaan Jasa Penagihan
(APJPI) merapatkan barisan. Mereka meminta pekerja atau profesi jasa penagihan bisa diakui sebagai
profesi legal seperti dokter, pengacara, guru. Terlebih, setelah Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 30/2014 berlaku, jasa penagihan berbadan hukum
masuk di sepuluh besar penyumbang pajak dengan
jutaan tenaga kerja penagihan di seluruh Indonesia.
”Kami bertekad lewat APJPI mendorong
dirumuskannya regulasi atau ketentuan yang memperkuat kerja jasa penagihan.
Dimana ketentuan yang dimaksud para pelaku usaha jasa penagihan harus tunduk
terhadap regulasi dan ketentuan yang dimaksud,” tambah Emiral.
Emiral berharap, masyarakat tidak serta-merta
mengkriminalisasi profesi pekerja jasa penagihan seperti yang belakangan ini
masih marak terjadi. Karena dengan aturan POJK 30/2014, semua perusahaan jasa
penagihan terdata dan patuh melakukan kewajiban pajak. Sehingga, sumbangan
pajak dari jasa penagihan terus mengalami peningkatan.
“Jasa penagih atau sering disebut Debt Collector bukanlah preman apalagi
dianggap meresahkan dan mengusik masyarakat. Jasa Penagih adalah sebuah
lapangan pekerjaan yang seharusnya diakui dan diayomi oleh pemerintah dan
khususnya Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tukas Emiral.
Emiral Rangga Tranggono, SH, CPL, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Penagihan Indonesia (APJPI). |
Lanjut Emiral, saat ini APJPI
tengah menggandeng pihak NGO untuk membahas regulasi terkait profesi pekerja
jasa penagihan, sebelum diajukan ke DPR RI. Sebelumnya, APJPI juga telah
melakukan beberapa audiensi dengan pihak kepolisian, namun pembahasan masih
terbatas soal kriminalisasi.
“Kita sedang dorong regulasi tersebut dan akan menggandeng beberapa NGO untuk membahasnya dengan harapan ada perlindungan bagi kami baik dari sisi entitas perusahaan maupun para pelakunya. Sementara itu, pasca deklarasi juga kami telah melakukan audiensi dengan kepolisian namun pembahasannya baru sebatas soal kriminalisasi,” terangnya.
Emiral juga berharap,
berbagai upaya untuk merumuskan regulasi bagi jasa penagihan tersebut dapat
terealisasi dengan baik. Menurutnya, seandainya pun tidak ada regulasi, APJPI
berharap dapat diperkuat melalui Undang-undang Fidusia yang selama ini tidak
mengakomodir dari jasa-jasa penagihan.
Emiral lalu menjelaskan tentang Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No. 30/POJK.05/2014 yang berisi tata kelola perusahaan, baik bagi perusahaan
pembiayaan, dan menjadi legitimasi atas kerja-kerja jasa penagih dalam lingkup
industri jasa keuangan sektor pembiayaan.
“Pekerja jasa penagih merupakan salah satu rantai proses pembiayaan tidak
dapat diputuskan di mana kreditur dengan debitur sepakat membuat perjanjian
yang dalam salah satu klausul perjanjiannya mewajibkan debitur agar taat. Ketika
debitor wanprestasi maka di dalam perjanjian pun memberikan hak bagi kreditor untuk
menarik objek jaminan,” terang Emiral.
Bahwa penarikan objek jaminan perjanjian dimaksud tidaklah
untuk dimiliki oleh kreditor, namun, lanjut Emiral, dalam hal objek jaminan
telah dibebani fidusia sehingga menjadi objek jaminan fidusia, maka merujuk
kepada Pasal 29 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
manakala Debitor wanprestasi, kreditor berhak melakukan eksekusi jaminan
fidusia. [Red]
Posting Komentar