Yofamedia.com, Jakarta - Salah satu Badan Usaha Milik Negara yang berkiprah dalam bidang perfilman, Perum Produksi Film Negara (PFN), akhirnya kembali memproduksi film berjudul Kuambil Lagi Hatiku.
Disutradarai Ashar “Kinoy” Lubis, film yang menghadirkan deretan pemain, antara lain Lala Karmela, Cut Mini, Ria Irawan, Sahil Shah, Dian Sidik, Dimas Aditya, dan Ence Bagus dijadwalkan tayang di bioskop mulai 21 Maret 2019.
“Cerita film ini orisinal dari PFN, kemudian dikembangkan bersama Wahana Kreator Nusantara dan Taman Wisata Candi. Ini semacam langkah awal untuk masuk ke pasar yang lebih luas,” ujar produser M. Abduh Aziz di Ecology Bistro, Kemang, Jakarta Selatan (5/3/2019).
Sejak awal menjabat sebagai Direktur Utama PFN pada 22 Juli 2016, Abduh sudah berkeinginan membangkitkan kembali lembaga milik pemerintah ini dalam memproduksi film.
Pun demikian, ia tak ingin gegabah dalam menyusun rencana. PFN menurutnya harus tampil dengan konsep dan citra baru, tidak boleh seperti dulu yang sangat tipikal pemerintah. Bikin film tanpa memperhitungkan sisi komersial.
“Sebagai perusahaan film, kami harus punya kesadaran memahami perkembangan zaman dan menghidupkan industri. Otomatis ketika membuat film harus juga memperhitungkan pasar,” lanjut Abduh yang pernah menjadi Ketua Pelaksana Festival Film Indonesia 2011.
Agar bisa diterima khalayak, PFN tidak sekadar membuat film yang dikerjakan dengan bagus dan serius, tapi juga melakukan riset pemasaran di kawasan Jabodetabek.
Riset diperlukan untuk mengetahui pangsa pasar film ini ada di mana. Hasilnya kemudian dipergunakan untuk merancang strategi komunikasi yang lebih tepat sasaran.
Kesimpulan dari riset tersebut menyatakan bahwa kalangan yang tertarik dengan cerita film ini berasal dari rentang usia 15-30 tahun.
Para responden juga mengaku lebih senang menonton film drama yang memiliki bumbu komedi di dalamnya. Itu menjelaskan kehadiran sosok macam Tarsan, Yati Pesek, dan Marwoto dalam film ini.
Sebagai orang yang menjadi saksi film-film produksi PFN terdahulu, Cut Mini mengaku antusias ketika mendapat tawaran bermain sebagai Widhi Malhotra.
“Tidak ada kata menolak. Karena dari dulu saya tahu filmnya PFN bagus-bagus dan saya senang menjadi bagian kebangkitan PFN,” ujar Mini.
PFN yang berdiri sejak 1950 --sebelumnya bernama Berita Film Indonesia-- telah lama ikut memproduksi film nonfiksi alias komersial. Tercatat film pertama yang mereka produksi dengan nama PFN berjudul Antara Bumi dan Langit (1950).
Seturut merosotnya industri perfilman di Tanah Air pada dekade 90an, PFN terakhir memproduksi film fiksi panjang bertajuk Pelangi di Nusa Laut dan Surat untuk Bidadari pada 1992.
Lala Karmela |
Menurut Arief Ashshiddiq dan Rino Sarjono sebagai penata skrip, dipilihnya dua situs warisan dunia tersebut untuk menggabungkan elemen antara Indonesia dengan India yang diceritakan film ini.
“Setelah ketemu elemen pengikat itu, ceritanya kemudian kami kembangkan,” terang Arief yang juga menjabat EVP Content dan Story Editor di Wahana Kreator Nusantara.
Menurut penuturan Abduh, pengembangan cerita memakan waktu hampir tujuh bulan dan jadi yang paling lama menyita waktu dari keseluruhan proyek ini. Sementara syuting berlangsung empat pekan kurun September dan Oktober 2018.
Sebagai penulis skrip, Arief dan Rino mengaku tak mengalami hambatan berarti selama bekerja sama dengan PFN yang notabene lembaga pelat merah.
“Kami bebas meramu cerita. Tidak ada yang namanya sensor-sensoran atau perubahan signifikan yang sampai mengganggu esensi cerita karena ada Mas Abduh yang istilahnya jadi penjaga,” pungkas Arief.
Soal deretan pemain, Arief dan Rino mengaku puas karena merasa semua yang terpilih merupakan aktor bagus.
Cut Mini dan Ria Irawan tak dipungkiri lagi merupakan pelakon andal. Piala Citra yang mereka dapatkan dari ajang Festival Film Indonesia adalah bukti.
Sementara Lala yang sempat hadir sekilas dalam Partikelir (2018) giat belajar bahasa, tarian, dan makanan India demi mendalami perannya sebagai perempuan blasteran India-Indonesia.
Bahkan ekspresi dari setiap kata-kata yang diucapkan dalam Bahasa India juga dipelajarinya dari seorang guru asal India. Karena tanpa ekspresi akan mengurangi makna dari kata-kata tersebut.
PFN tak hanya meluncurkan film, tapi juga satu lagu tema bertajuk “Purnama Tak Terlambat” yang dinyanyikan Citra Scholastika. Syuting videoklipnya berlangsung di Candi Borobudur. [Lia]
Posting Komentar