Yofamedia.com, Jakarta -Latar Belakang Buku Saat menyimak seorang Jokowi, serasa ada jarak sangat jauh antara Jokowi yang kita kenal sekarang, dengan sosoknya semasa kecil. Saat ini, rakyat Indonesia mengenal Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebelumnya, dia seorang pengusaha kayu asal Surakarta, yang kemudian terpilih menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Di sisi lain, kita sering mendengar kisah masa kecil Jokowi yang sarat keterbatasan. Keluarga Jokowi kecil tinggal di bantaran Bengawan Solo, bahkan sempat mengalami penggusuran. Bagaimana dia bisa mencapai posisi tertinggi di negeri ini? Seperti apa dia melewati masa muda sebelum menjadi seorang pemimpin dan pengusaha?
Buku “Kerinci 1983” salah satunya ditulis untuk menjawab pertanyaan itu. Tentu sangat rumit memotret seluruh masa muda Jokowi. Meskipun begitu, ada satu segmen kehidupan Jokowi muda yang menarik untuk disimak, yaitu saat dia terlibat pendakian Gunung Kerinci pada 1983.
Pada pendakian itu, Jokowi menghabiskan waktu bersama 13 orang rekannya selama dua minggu lebih. Ada banyak cerita tentang perkawanan, semangat, tantangan, hingga kisah-kisah lucu selama episode pendakian.
Karena itulah, pendakian Gunung Kerinci oleh Jokowi dan rekan-rekannya ini sangat menarik ditulis. Kebetulan, rekan-rekan Jokowi yang terlibat dalam pendakian itu juga masih saling berkomunikasi, dan sangat mendukung upaya penulisan. Mapala SIlvagama yang waktu itu menaungi aktivitas pendakian pun sangat antusias dengan penulisan buku ini.
Bahkan, rekan-rekan pendakian Jokowi dan Mapala Silvagama juga masih menyimpan setumpuk album foto dokumentasi pendakian. Maka, buku “Jokowi Travelling Story: Kerinci 1983” ini tak hanya menyajikan cerita pendakian, tapi juga foto-foto eksklusif Jokowi muda bersama rekan-rekannya.
Saat proses penuturan ulang oleh rekan-rekan pendakian maupun rekan-rekan kuliah Jokowi, ternyata ada sangat banyak cerita mengejutkan. Dari sebelum pendakian, Jokowi dan rekan-rekan sudah dihadapkan dilema untuk mengikuti kegiatan. Ada juga cerita lucu saat Jokowi melakukan pemanasan sebelum mendaki Kerinci. Ada juga drama pesawat Hercules, di mana mereka bermimpi menjadi Mapala pertama yang berangkat ekspedisi naik pesawat.
Selama menempuh rute darat dari Jogja ke Padang hingga menyusur jalur pendakian, ada lebih banyak lagi cerita menarik. Saat melewati Jalur Lintas Sumatera, bus mereka dihadang begal. Saat perjalanan dari Padang menuju kaki gunung Kerinci, bahkan bus mereka mengalami kecelakaan. Dan masih banyak lagi cerita tak terduga, yang dialami Jokowi bersama rombongan. Karena berbagai pertimbangan, buku ini disusun dalam tempo sangat singkat.
Penyusunan kerangka buku, pengambilan data (penuturan pelaku dan pengumpulan foto), hingga naik cetak, secara keseluruhan hanya memakan waktu satu bulan. Meskipun begitu, kualitas buku dan kepuasan pembaca tetap menjadi prioritas penyusunan buku ini.
Dan launching buku pada Senin, 08 April 7, 2019 ini adalah perayaan sekaligus pengenalan buku yang telah kami susun atas kerja sama yang solid. Launching ini akan menghadirkan Rifqi Hasibuan selaku penulis utama buku, dan juga tiga orang pelaku yang menjadi penutur dalam penulisan buku tersebut.
Sebenarnya, ada enam orang pelaku yang berkontribusi sebagai penutur dalam penulisan buku, dan masih ditambah cerita dari beberapa teman dekat Jokowi semasa kuliah. Tapi atas pertimbangan teknis, hanyan tiga orang yang bisa hadir dalam launching ini. Selebihnya akan dihadirkan pada launching berikutnya di Jogja.
Potret Jokowi Muda Dalam penulisan ulang buku “Jokowi Travelling Story: Kerinci 1983” didapatkan gambaran bahwa Jokowi muda tak jauh berbeda dengan Jokowi tua. Secara kepribadian, seluruh penutur sependapat bahwa semasa kuliah, Jokowi adalah sosok yang pendiam. Dia hanya berbicara seperlunya, menghindari kata-kata negatif yang menyakiti, dan fokus pada tujuan.
Dia juga dikenal sebagai mahasiswa yang cukup rajin dan tertib saat kuliah. Atas alasan itulah, teman-temannya mengharuskan dia ikut pendakian Kerinci. Alasannya, karena pendakian Kerinci ini mendapat dukungan Aliyah:
dana dari DInas Kehutanan, dan mereka harus memberikan laporan observasi pasca pendakian. Ucok, rekan pendakian saat itu menilai Jokowi sosok yang tepat untuk membantu menyelesaikan laporan, karena dia terhitung rajin dan tertib mencatat.
Saat pendakian Kerinci, Jokowi juga menjadi orang pertama di antara seluruh rombongan yang berhasil mencapai puncak. Ada beberapa hal yang mempengaruhi hal itu. Pertama, Jokowi sudah dikenal sebagai pendaki tangguh, dan telah berpengalaman mendaki Merapi, Merababu, dan Lawu. Kedua, postur yang kurus dan jangkung membuatnya lebih lincah saat melakukan penakian.
Ketiga, Jokowi adalah satu-satunya peserta yang memakai sepatu kets, sementara peserta lain memakai sepatu lars. Hal itu disinyalir justru mempermudah langkahnya saat mendaki gunung. Keempat, sepanjang pendakian, Jokowi selalu fokus dan stabil. Saat teman-temannya banyak yang berhenti, bercanda, menghabiskan rokok, dsb. Jokowi tetap fokus melakukan pendakian.
Alhasil, Jokowi bersama tandem pendakiannya, Totok Suripto menjadi yang pertama mencapai Puncak Kerinci di antara rekan-rekan serombongan waktu itu. Meskipun begitu, Totok menceritakan bahwa waktu itu pun Jokowi banyak berhenti menunggunya, sebagai rekan tandem pendakian. Kalau Jokowi tak harus menunggunya, mungkin dia bisa lebih cepat mencapai puncak.
Selain itu, teman-temannya juga menceritakan sosok Jokowi sebagai penengah dan penenang yang baik. Di antara persaingan politik mahasiswa antara GMNI dan HMI yang memanas waktu itu, Jokowi cenderung bisa diterima oleh kedua kelompok. Begitu juga waktu rombongan Kerinci panik karena kehabisan dana untuk pulang ke Jogja. Menurut salah satu peserta, Erwansyah, Jokowi lah yang waktu itu dengan tenah menawarkan solusi pada teman-temannya.
Salah satu peserta lain, Bambang Supriambodo bahkan mengingat berbagai pesan yang disampaikan Jokowi selama pendakian. Saat hendak membuang sampah mie instan misalnya, Jokowi mengingatkan Bambang untuk menjaga kebersihan. Bahkan, Jokowi juga mengingatkan Bambang untuk tidak memetik bunga edelweis di puncak Kerinci, agar bunga itu tetap lestari di tempatnya. Bambang juga sangat ingat bagaimana Jokowi beragama sewaktu muda. Menurutnya, Jokowi sering pamit dari kumpulan teman-temannya untuk melakukan Sholat.
Kawan dekat Jokowi yang lain, Jambrung Sasono bahkan pernah ditegur Jokowi saat buang air kecil di gunung tanpa membasuhnya. Jokowi menasihati Jambrung, bahwa menurut aturan agama, kalau tidak air tetap harus dibersihkan dengan batu, atau dengan daun. Dalam pelajaran agama islam di kampus, Jokowi bahkan sering mengajari Jambrung saat menulis dengan huruf Arab. Teman kuliah lain, Giri Irwanto bahkan sering sholat jumat bersama Jokowi di Gelanggang Mahasiswa UGM.
Koordinator rombongan Kerinci, Jaka Santosa mengingat, bahwa di balik semua kelebihan dan kekurangannya, Jokowi adalah sosok pendengar yang baik. Dia sangat sabar merekam berbagai persoalan, lalu berusaha mencari jalan keluarnya.
Meskipun begitu, Jokowi tetaplah orang biasa. Dia juga bisa iseng, seperti saat awal-awal pacaran dengan Iriana, tapi dia tidak menceritakan hubungannya itu. Alhasil, hanya segelintir teman kuliah yang tahu bahwa Jokowi waktu itu sudah punya pacar. Yang pasti, menurut rekan-rekan Jokowi, ada sangat banyak inspirasi yang mereka petik dari pengalaman mendaki Kerinci.
Di sana, mereka bisa menyaksikan keelokan bumi Andalas dengan bangunan rumah gadangnya. Tapi mereka juga menyaksikan desa tertinggal di kaki Kerinci, tanpa akses listrik, minim sarana pengobatan dan pendidikan. Mereka juga merasakan sendiri perjalanan darat berhari-hari dengan bus panas, di atas infrastruktur jalan yang buruk. Mereka juga semakin paham adanya kesenjangan pembangunan antara kawasan Jawa dan luar Jawa. Tapi mereka juga merasakan, bahwa tekat, kerja keras dan kebersamaan bisa menaklukkan berbagai halangan, demi mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Mungkin semua kesan dan pengalaman kerinci itu juga turut mempengaruhi sikap dan pandangan Jokowi saat ini. Setidaknya dia cukup paham kenapa harus membangun infrastruktur, memajukan desa, memberi bantuan pendidikan dan kesehatan, meratakan akses listrik. Jokowi juga menggeser paradigma pembangunan yang Jawa sentris menjadi Indonesia sentris. Dia juga sselalu menekankan pentingnya optimisme dan persatuan, sebagai syarat menuju Indonesia yang maju.
Yang pasti, Jokowi sendiri telah mengakui bahwa pengalamannya menyaksikan keelokan panorama Solok Selatan, telah menginspirasi program Revitalisasi Seribu Rumah Gadang yang dia gulirkan tahun lalu. Keelokan itu dia saksikan sendiri, saat rombongan Kerinci memutar arah melalui Solok, pasca kecelakaan bus di kawasan Indarung.
Saat ini, kita juga sering menyaksikan Presiden RI ke-7 ini gemar menggunakan sepatu sneaker. Mungkin, dia terinspirasi pengalamannya mendaki kerinci. Saat itu dia merasakan sendiri, bahwa sepatu kets yang dia pakai lebih efektif membantu pendakian, dibanding rekan-rekannya yang memakai sepatu lars.
Terakhir yang tak kalah penting, para Laska Kerinci itu sampai sekarang masih berkawan baik dengan Jokowi. Mereka pernah diundang ke Istana Negara, dan Jokowi menyajikan sendiri suguhan untuk teman-temannya itu. Ketika banyak suara-suara miring terhadap Jokowi, mereka pun tak sungkan buka suara membantah serangan fitnah kepada Jokowi. Dan itu bukan hanya dilakukan oleh para peserta Ekspedisi Kerinci, tapi juga segenap kawan lama Jokowi semasa kuliah di Fakultas Kehutnan UGM, bahkan segenap kawan lama yang dia kenal.
Begitulah, buku “Jokowi Travelling Story: Kerinci 1983” ini memberi gambaran yang lebih hidup tentang sosok seorang Jokowi muda. Bahwa, di masa mudanya Jokowi tak jauh beda dengan Jokowi dewasa saat ini. Dan dengan membaca buku itu, kita bisa melihat dengan lebih jelas sosok seorang Jokowi sebagai manusia biasa, seperti halnya rakyat Indonesia secara keseluruhan. [Lia]
Posting Komentar