Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut
Yofamedia.com, Jakarta - Memasuki musim kemarau tahun ini, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengingatkan semua pihak untuk tetap meningkatkan kewaspadaan. Berdasakan analisis data SIPALAGA (Sistem Pemantauann Air di Lahan Gambut), pada periode 18-24 Juli tinggi muka air (TMA) di lahan gambut pada lokasi yang terpasang titik pemantauan, menunjukkan rendahnya permukaan air di bawah tanah.
Dari 90 lokasi yang diamati pada 7 provinsi prioritas restorasi gambut (Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Papua), TMA rata-rata di bawah -0,4 meter dari atas permukaan. Ini artinya, secara umum, lahan gambut saat ini di banyak tempat mulai kering. Analisis pada tiga minggu pertama bulan Juli menunjukkan Riau sangat kering disusul Kalteng dan Jambi. Di Riau, TMA ada yang bahkan lebih dari 1 meter di bawah permukaan tanah.
SIPALAGA merupakan platform pemantau data real-time yang berasal dari alat pemantau Tinggi
Muka Air (TMA) yang dapat mengukur tinggi muka air tanah, kelembaban tanah gambut, dan tingkat curah hujan. SIPALAGA mengatur perekaman data TMA sampai pada proses penyajian data di website secara real-time berbasis telemetri. Publik dapat mengakses SIPALAGA melalui website: http://sipalaga.brg.go.id.
Kepala BRG, Nazir Foead mengungkapkan “SIPALAGA merupakan komitmen BRG untuk sediakan
data dan informasi yang cepat dan akurat dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi. Dengan adanya SIPALAGA diharapkan informasi mengenai TMA dapat diakses setiap saat untuk membantu para pihak mengantisipasi potensi kebakaran di area restorasi dan mempercepat pembasahan ekosistem gambut.”
BRG telah mengirimkan data rutin analisis SIPALAGA kepada kepala daerah, Balai Pengendalian
Perubahan Iklim dan Karhula KLHK dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tujuh (7) area kerja restorasi.
Berdasarkan analisis data tinggi muka air lahan gambut, curah hujan, keberadaan hotspot dan
kondisi rawan terbakar dari BMKG, menunjukkan ada 35 lokasi pemantauan TMA yang tidak
mengalami hujan selama 7 hari berturut-turut. Pada 10 titik lainnya telah terdapat indikasi titik
panas (hotspot). Sementara itu, 45 titik berada pada areal rawan terbakar. Dari data tersebut, 4
lokasi perlu segera dilakukan pembasahan karena terakumulasi empat faktor yaitu rendahnya TMA (di bawah -0,4 meter), ketiadaan curah hujan, adanya hotspots dan kondisi rawan terbakar.
BRG menyiapkan dua operasi pembasahan gambut. Yang pertama adalah Operasi Pembasahan
Cepat Lahan Gambut Terbakar (OPCLGT) dan berikutnya Operasi Pembasahan Gambut Rawan
Kekeringan (OPGRK). OPCLGT dilakukan di areal terbakar yang belum ada sekat kanal atau sumur
bor. Sedangkan OPGRK dilakukan pada areal yang telah terbangun infrastruktur pembasahan (sekat kanal dan sumur bor). Saat ini daerah sedang menyiapkan pelaksanaan kedua operasi dimaksud. Kalimantan Tengah bahkan telah menjalankan pembangunan sumur bor melalui OPCLGT.
“Masyarakat kami himbau turut melakukan pemantauan dan memahami pelaksanaan Operasi
Pembasahan Gambut ini. Masyarakat dapat melaporkan dan memohon dilaksanakannya Operasi
Pembasahan kepada Dinas pengelola Tugas Pembantuan Restorasi, sesuai dengan ketentuan yang ada”, pungkas Kepala BRG. [Red]
Posting Komentar