Yofamedia.com, Jakarta - Pemerintah telah memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR. Sosialisasi terus dilakukan pemerintah untuk menghindari terjadinya kesalahan informasi yang diterima masyarakat terhadap muatan aturan yang mencangkup lebih dari 80 undang-undang.
Sektor Koperasi dan Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu klaster yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut. Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki menjelaskan sektor UMKM dan Koperasi dibahas dalam RUU tersebut untuk memastikan segala regulasi yang menghambat ditiadakan. Pemerintah menyatakan ingin agar kedua entitas tersebut mendapatkan keadilan dan perlindungan kemudahan berusaha.
Menurut Asisten Deputi Peraturan Perundang-undangan Kemenkop dan UMKM Hendra Saragih, Omnibus law di bidang UMKM bertujuan untuk melindungi pelaku usaha UMKM dan masyarakat yang ingin terjun di dunia usaha UMKM dan koperasi.
"Terkait pendirian koperasi, berdasarkan UU no 25 tentang koperasi, pendirian koperasi minimal 20 orang, tapi di RUU Omnibus Law ini kita mudahkan minimal 9 orang. Awalnya kita minta hanya 3 orang karena milenial biasanya tidak mau susah mengumpulkan orang , namun oleh DPR dianggap terlalu sedikit dan diputuskan 9 orang," terang Hendra.
Saat ditanya apakah Omnibus Law dapat meningkatkan pengembangan koperasi, Hendra menjawab jika RUU Omnibus Law ini hanya bridging (jembatan) terhadap RUU Koperasi. RUU Cipta Kerja ini pada intinya adalah meningkatkan peluang lapangan kerja bagi masyarakat. Koperasi dalam hal ini bisa menjadi salah satu lapangan pekerjaan. Namun lebih detil tentang koperasi akan ada di RUU Koperasi.
Lalu saat disinggung terkait pembubaran koperasi yang dilakukan saat ini, Hendra berujar bahwa kita seyogyanya harus sangat berhati-hati sekali. Karena saat pemerintah sudah membubarkan koperasi, harus ada syarat-syarat yang terpenuhi, seperti dua tahun berturut-turut tidak melaksanakan rapat antar anggota.
Sementara menurut Fithra Faisal, koperasi merupakan pondasi masa depan ekonomi Indonesia. Untuk itu, pengembangannya harus dilakukan secara berkelanjutan. "Jangan hanya di periode ini saja dilakukan. Pada awalnya memang berat tapi nanti kedepannya akan menghasilkan buah yang manis," ungkap ekonom dari Universitas Indonesia tersebut.
Fithra menambahkan, bahwa poin utama untuk UMKM yaitu harus adanya relaksasi, karena tidak akan bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Kemudian harus ada fleksibilitas dari pemerintah. Perlu juga ada kerjsama dan sharing pengetahuan dengan jenis usaha yang lain, lalu perlu ada financial inclusion atau insentif atau kemudahan dari pemerintah melalui kemudahan meminjam dari bank. Kemudian terakhir perlu memiliki kreatifitas pasar (market creation).
"Sebenarnya pondasi Omnibus Law ini sudah baik, tapi ada catatan untuk penyusunan UU nya karena perlu diperbaiki tata naskahnya agar lebih memenuhi kaidah penyusunan UU sebagai naskah akademis," tambah Fithra.
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie, turut menambahkan, bahwa Omnibus Law ini merupakan tantangan untuk membuat sektor koperasi lebih baik ke depannya.
"Karena ada 126 ribuan koperasi yang ada di Indonesia. Secara income statement, koperasi ini ada Rp 8.400 triliun yang diperoleh UMKM. Namun karena Covid-19 ini, Ada 50-60 persen yang gulung tikar, ribuaan yang di phk. Kalua UMKM melemah, ekoknomi bangsa juga akan terpengaruh. Potensi UMKM juga sangat besar, Kementerian Koperasi harus terus mengembangkan hal ini, para pelaku UMKM sangat butuh dorongan dan dukungan dari pemerintah. Kalau karena pandemic kemudian mereka banyak yang gulung tikar, ini sangat disayangkan. Kita belum bisa punya industry besar seperti AS< jepang maupun Korea. Kita saat ini masih mengandalkan UMKM, ya umkm tersebut harus kita support agar mampu bertahan terutama di saat pandemic ini. RUU Omnibus Law jangan hanya berada pada tataran aturan dan teori, tapi harus diimplementasikan agar masyarakat pelaku usaha UMKM dapat mengambil manfaat dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian bangsa," terang Jerry panjang lebar.
Di waktu yang sama, Pendi Yusup selaku Ketua Umum Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) mengatakan, jumlah pemuda Indonesia yang berjumlah 185.339.700 adalah masyarakat dalam usia produktif menurut BPS (2019). Banyaknya jumlah pemuda atau milenial ini harus bisa dimanfaatkan bagi pengembangan koperasi dan UMKM. Mereka bisa berhimpun dan berkerja bersama dalam sebuah entitas koperasi.
"Kementerian Koperasi harus bisa menjabarkan UU Omnibus Law nanti dalam bentuk PP dan melaksanakan PP Omnibus Law dalam bidang koperasi. Selain itu, saat ini kita melihat banyak BUMN yang sulit bertahan, ada yang berutang sangat banyak dan ada yang tidak mampu memproduksi lagi karena bahan baku sudah sangat mahal. Dalam kaitannya dengan koperasi, BUMN bisa dilebur menjadi koperasi agar masyarakat bisa ikut mengelola BUMN dan sekaligus menjadikan koperasi sebagai entitas yang benar-benar merupakan ekonomi bangsa. UU Omnibus Law bisa juga menjadi payung hukum agar bisa menghukum UMKM yang nakal. Selain itu juga untuk meningkatkan," ungkap Pendi. [Red]
Posting Komentar