Dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag RI, terungkap bahwa masalah kekerasan masih menjadi salah satu perhatian dalam prioritas program empat tahun ke depan. Wilayah yang luas, masyarakat yang heterogen, dan banyaknya agama serta aliran menjadi celah yang dapat menjadi pemicu konflik.
Direktur Jenderal Bimas Islam Kemang RI, Kamaruddin Amin mengungkapkan, pihaknya akan meningkatkan intensitas penyelesaian konflik berbasis agama.
"Arah maupun dinamika keberagamaan serta perubahan sosial di era disrupsi informasi ini dapat berubah-ubah. Kita perlu menekankan moderasi beragama dengan berbagai perangkat yang kita miliki," ungkap Kamaruddin Amin saat membuka rapat Renstra Ditjen Bimas Islam tahun 2020-2024 yang digelar melalui webinar, selasa (20/10/20).
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kemenag, Moh. Agus Salim, mengingatkan, potensi salah paham berbasis agama masih mungkin mewarnai tahun-tahun ini.
"Hal itu biasanya berawal dari paham keagamaam yang keliru. Maka Tahun 2011 mendatang akan banyak hal yang kami dituntaskan terkait hal ini," katanya.
Dalan Renstra 2020-204, Ditjen Bimas Islam memprioritaskan pengarusutamaan Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. Salah satu bagian dari itu adalah penguatan Moderasi Beragama sebagai cara pandang, sikap dan praktik beragama jalan tengah untuk meneguhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial.
Meningkatnya intensitas penyelesaian konflik intra umat beragama harus dijawab dengan meningkatkan dialog intensif dengan mitra pendamping penanganan konflik dan pendampingan serta advokasi korban konflik keagamaan.
Selain itu juga akan ditingkatkan mitigasi penanganan konflik berbasis sistem deteksi dini. Pada penghujung tahun lalu Kementerian Agama meluncurkan aplikasi Sistem Peringatan dan Respons Dini Konflik Keagamaan guna melacak potensi perselisihan beragama di dalam masyarakat.
Aplikasi ini akan mengumpulkan informasi tentang gelagat konflik, seperti hoax, isu-isu sektarian, aktifitas keagamaan tertentu, dan lain-lain. Sistem itu dibangun dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta ketersediaan aparatur Kementerian Agama di seluruh pelosok Tanah Air.
Pegawai Kementerian Agama di berbagai daerah ditugasi mengamati pola kehidupan masyarakat dari sisi keagamaan dan mengunggah informasi dan data valid mengenai potensi konflik ke aplikasi. [Red]
Posting Komentar