Damar Ardi, produser film ini mengisahkan perjalanannya bersama dengan Bambang 'Ipoenk' K.M untuk bisa memproduksi film ini. Berawal dari ide Ipoenk yang memiliki ide cerita film yang berlatar belakang masa reformasi 1998. Mereka akhirnya membawa ide cerita film ini ke acara Jogja Future Project 2018 dan bertemu dengan Angga Sasongko.
“Memasukkan proyek film ke Jogja Future Project, lolos seleksi, presentasi ke beberapa pihak, investor ketemu Angga Dwimas Sasongko. Dia tertarik dan bersepakat memproduksi film ini dengan Visinema Pictures atau Bioskop Online,” ujar Damar dalam acara konferensi pers yang digelar secara virtual, Jumat, 24 September 2021.
Meski latar belakang film bergenre drama ini adalah tahun 1998, namun menurut Damar kisahnya akan berbeda. Mereka tidak memfokuskan pada peristiwa besar yang terjadi di tahun itu. “Yang ingin kita angkat cerita pinggirannya, sekelompok aktivis atau mahasiswa yang menjadi fokus kita,” ujarnya.
Untuk bisa mewujudkan suasana seperti 1998, Damar dan timnya melakukan riset. Mereka juga menanyakan ke beberapa orang yang mengalami peristiwa langsung. “Jadi pas syuting bisa seautentik mungkin,” katanya.
Sementara Ipoenk sebagai sutradara mengakui sedikit kesulitan ketika menerapkan suasana produksi di tahun 1998 ke filmnya. Ia juga harus memasukkan aspek rasio yang dipakai pada 98 dalam proses pembuatan. “Tahun itu, budayanya masih televisi tabung, ingin menariknya di situ. Dulu buat film, mimpinya enggak diputar di bioskop terlalu jauh, jadi di televisi,” ujarnya.
Tantangan lain yang dihadapi mereka saat produksi film ini adalah waktu syuting yang hanya tujuh hari. Dengan kondisi pandemi, selaku produser, Damar harus memastikan semua berjalan sesuai aturan protokol kesehatan yang ketat. “Tujuh hari full, enggak ada tambahan, tujuh hari pas,” ujarnya.
Sementara bagi Ipoenk, memaksimalkan waktu syuting membuatnya harus menyamakan visi dengan seluruh pemain dan kru. Terutama bagi para kru yang harus terbiasa syuting dengan cara lama dan berbeda dengan masa sekarang. “Transfer perasaan itu yang berat sebenarnya, semua tim harus merasakan hal yang sama,” ujar Ipoenk.
Beruntung, ia tertolong oleh energi yang diberikan para pemain. Padahal ini adalah kali pertama Ipoenk bekerja dengan Chicco Jerikho, Jefri Nichol, Agnes, dan Dena. “Ada adegan penting, 14 take 1 shot. Energinya enggak habis-habis, pemain yang bilang, 'Enggak bisa ini harus one take mas', itu kayak dikasih energi baru,” tuturnya.
Film Aum! ini memiliki pesan tentang kebebasan berpendapat. Dalam trailer yang ditayangkan pada saat konferensi pers diperlihatkan Chicco berperan sebagai sutradara Panji. Sementara Agnes, berperan sebagai Linda, sang produser, yang selalu beradu argumen dengan Satria.
Menariknya, Jeffri Nichol memerankan dua karaker dalam film Aum! ini, yakni sebagai Satria dan Surya. Satria adalah seorang mahasiswa, sedangkan Surya merupakan aktor. Sama dengan Jeffri, Aksara Dena juga memerankan dua karakter, sebagai Adam, kakak Satria dan intelejen. Karakter lainnya adalah Bram Sanjaya, seorang aktor yang menyebalkan. [Red]
Posting Komentar