“Ini adalah isu yang terdekat dengan saya. Tidak banyak orang yang siap menerima kalau punya masalah kesehatan mental. Saya termasuk salah satunya. Rasanya waktu bergerak sangat cepat, belum beres kerjaan pagi, tiba-tiba sudah siang dan tanpa terasa sudah sore. Perasaan baru kemaren hari senin, sekarang sudah hari minggu dan bersiap menjelang senin lagi. Dan dengan adanya pandemi ini, rasanya kerja seperti tanpa henti. Tantangan pekerjaan pun silih berganti seakan tak ada habisnya. Pembatasan ruang gerak akibat ‘lockdown’ membuat hubungan sosial juga terganggu. Tidak ada lagi saat untuk keluar bersama teman-teman untuk berbagi cerita karena adanya keterbatasan sosial, percakapan virtual tidak memuaskan dan membuat saya kehilangan pegangan.”
“Kesehatan Mental adalah sesuatu yang baru buat saya. Tak pernah dibayangkan saya punya masalah ini sampai ketika fisik saya mengalami masalah mobilitas tanpa jelas sebabnya. Pengobatan medis sudah dilakukan tetapi tidak kunjung sembuh. Lalu saya putuskan untuk membuka diri pada konselor psikolog di Singapura. Alhamdulillah, sesi-sesi konsultasi ini membuat kondisi kesehatan saya berangsur pulih. Saya akhirnya tau bahwa saya punya masalah mental dan saya belajar untuk menerima keadaan. Dalam proses berdamai dengan diri sendiri ini, saya menulis lagu Runner’s Dilemma. Kata-kata di lagu ini adalah mantra personal dan dibuat seperti berkomunikasi dengan diri sendiri. Saya putuskan juga untuk merilisnya dan berbagi cerita ini agar teman-teman yang lain juga yang mungkin punya isu serupa bisa lebih perhatian untuk menjaga kesehatan mental layaknya kesehatan fisik jasmani.”
Widi pun mempercayakan Fifan Christa (Atlesta) dan timnya di kota Malang untuk sektor produksi musik dan orkestrasi. Sesi vokal dikerjakan di Singapura bersama Ong Jean Wei sebagai pengarah suara dan David ‘DSML’ Siow untuk penata rekam, sebelum akhirnya menjalani tahap mixing-mastering di SCIFI Studio, Malaysia. Lagu ini juga melibatkan Yudhi Arfani yang merupakan gitaris Widi Asmoro dalam kwintet indie pop-nya, Everybody Loves Irene. Menjadikan lagu ini sebagai lagu yang dikerjakan di tiga negara; Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Visual sampul single ini menggambarkan sebuah jalan yang tidak jelas ujungnya. Seperti pelari yang harus bersiap menghadapi perlombaan ke garis finish. Begitu juga kehidupan yang seakan seperti terus berlari tanpa berhenti.
Menggunakan moniker Widasroom, Widi Asmoro yang lama hiatus dari musik Indonesia semenjak kepindahannya ke Singapura, telah merilis 3 solo single dan Runner’s Dilemma adalah single terbarunya yang dirilis lewat jalur independen. Masih membawa warna indie pop yang biasa Everybody Loves Irene tampilkan, namun lewat proyek solonya, Widasroom mengangkat tema yang lebih dewasa. Jika bersama Everybody Loves Irene lagu-lagunya bertemakan romantika masa remaja, kini ia mengangkat tema seputar mengasuh anak dan problematika pekerja kantoran. Widasroom adalah sesi curhat Widi Asmoro lewat musik. Sebagai seorang ayah dan pekerja kantoran yang masih menyimpan cintanya bermusik. Widi ingin tetap dikenal di blantika musik dengan merilis lagu.
Saat ini Runner’s Dilemma sudah dirilis melalui platform digital music streaming seperti Apple Music, Deezer, Spotify dan YouTube. [Red]
Posting Komentar