“Generasi Alpha itu tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan cepat. Orang tua harus membantu anak-anak mereka untuk menavigasi dunia dengan perasaan aman, sehingga mereka lebih tangguh dalam menghadapi tantangan. Karena hubungan dekat dengan orang tua adalah fondasi utama,” tutur Psikolog Fathya Artha Utami saat menjadi narasumber pada acara Sampoerna Academy EduFest 2022 di sesi Mindful Parenting baru-baru ini di Jakarta.
Menurutnya, orang tua sudah cukup akrab dengan istilah ini. Inti dari konsep tersebut adalah bagaimana menjadi orang tua yang secara sadar merespon emosi, perilaku dan kebutuhan anak-anak mereka dalam setiap situasi dan kondisi.
“Jadi mindful parenting itu menekankan pada state of mind, kesadaran orang tua pada saat berinteraksi dengan anak, termasuk sadar terhadap emosi anak. Misal anak nangis, ada respon-respon otomatis seperti kecewa, kesal, marah, dan sebagainya. Untuk menjadi lebih mindful, kita perlu kasih jeda dengan pilihan-pilihan respon.”
Fathya pun mengatakan sedikitnya ada empat tantangan bagi para orang tua dalam menjalankan konsep tersebut. Pertama, orang tua terlalu banyak kegiatan sehingga banyak hal yang dirasa menjadi kewajiban tanpa berpikir tentang penting tidaknya kegiatan tersebut. Kedua, tidak terbiasa berdamai dengan rasa tidak nyaman seperti anak yang menangis saat sedang sibuk.
“Tantangan ketiga adalah smartphone, Internet ada di mana-mana, notifikasi setiap detik selalu ada. Ini yang mendistraksi orang tua ketika sedang bermain dengan anaknya. Dan yang keempat adalah orang tua ingin cepat-cepat selesai dalam menghadapi ketidaknyamanan.”
Ia pun menyarankan bagi para orang tua yang ingin menjadi mindful parents memiliki karakter HADIR, akronim dari hadapi dengan tenang, anggap semua perasaan itu penting, dengarkan tanpa distraksi, ingat untuk mengenali emosi yang dihadapi anak, serta rembukan opsi.
“Bahwa untuk menjadi orang tua yang mindful, perlu membangun kasih sayang melalui interaksi. Bukan hanya kepada anak, tapi juga kepada diri sendiri. Sayang terhadap diri sendiri itu berarti menerima hal-hal baik yang ada pada diri sendiri dan mengakui dan memperbaiki yang buruk-buruk. Dan juga tidak mudah tersulut dengan perilaku anak,” imbuhnya.
Marisa Dewi Safitri, Teaching Assistant Sampoerna Academy Surabaya mengatakan bahwa pola asuh di rumah mempengaruhi karakter anak di sekolah. Lingkungan anak yang paling dekat adalah keluarga sehingga perlakuan keluarga mempengaruhi bagaimana anak berkembang dan bersikap kepada orang lain di sekolah.
“Di Sampoerna Academy, kami memberikan pembelajaran yang menuntut kolaborasi sehingga membantu anak mengembangkan karakter yang tidak saja fokus pada diri mereka sendiri, tapi juga lingkungannya, keluarga dan sekolah. Bagaimana anak bersikap, berpengaruh dari apa yang anak terima di rumah.”
Sampoerna Academy, tuturnya, bekerjasama dengan para orang tua sudah mulai mendeteksi potensi-potensi anak sedini mungkin. Tujuannya untuk membantu pembentukan karakter dan pencapaian prestasi akademik dan non akademik.
“Harapan kami dari EduFest 2022, semoga kegiatan ini bisa menjadi ajang bagi edukator dan orang tua untuk mendapatkan wawasan mendalam untuk memberikan pendidikan terbaik buat anak-anaknya. Memberi kesempatan untuk orang tua dan pendidik merasakan kerangka belajar metode belajar abad 21 yang diantaranya adalah pembelajaran menggunakan pendekatan STEAM,” tutupnya. [Red]
Posting Komentar