Adapun tujuh kota yang menjadi tempat pemutaran film yakni Jakarta, Bandung, Bekasi, Denpasar, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta.
Festival Co-Director EoS 2023 Meninaputri Wismurti mengatakan transisi penyelenggaraan EoS dari sebelumnya daring menjadi luring sepenuhnya justru berjalan lebih mudah mengingat banyak produser dan distributor yang lebih menginginkan adanya pemutaran secara langsung.
"Kalau untuk transisinya sendiri untuk ke fully offline malah lebih mudah karena lebih banyak produser atau distributor film yang mereka ingin ditontonnya secara offline agar bisa langsung bertemu dengan penontonnya," kata Putri saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
"Justru ketika ingin (mencoba) memutar kembali secara online, itu kami juga mendapatkan halangan-halangan tertentu karena tidak semua film baru bisa ditonton secara online lagi sekarang," tambahnya.
Sementara itu, Festival Co-Director EoS 2023 yang lainnya, Nauval Yazid mengatakan, film-film yang dipilih untuk diputar di EoS 2023 kebanyakan merupakan karya baru. Bahkan beberapa di antaranya pertama kali diputar di Asia Tenggara melalui festival ini.
Beberapa film yang debut di Asia Tenggara tersebut termasuk Franky Five Star asal Jerman karya sutradara Birgit Möller, Kiddo asal Belanda karya sutradara Zara Dwinger, hingga Midwives asal Prancis karya sutradara Léa Fehner.
Eos 2023 akan dibuka dengan pemutaran film First Snow of Summer (Austria), yang disutradarai oleh Chris Raiber. Sementara sebagai penutup, akan diputar Employee of the Month (Belgia) karya sutradara Véronique Jadin.
"Sebisa mungkin sebagian besar film-film yang kami pilih untuk ditayangkan di Europe on Screen itu film-film yang belum ditayangkan atau diedarkan di Indonesia baik itu di bioskop, TV, atau OTT platform," kata Nauval.
Pihaknya berusaha untuk menghadirkan film-film Eropa dengan cerita yang disukai oleh audiens di Indonesia. Di samping itu, film-film yang diputar juga berasal dari genre yang beragam.
Tak hanya pemutaran film, EoS tahun ini akan menghadirkan secara langsung dua sutradara Eropa dalam sesi bincang-bincang, yaitu Alexander Bak Sagmo dari Denmark dan Marco Martani dari Italia. Festival juga menghadirkan program workshop bagi sineas yang akan diisi oleh praktisi dari Eropa.
Melalui festival ini, film-film pendek karya sineas muda tanah air dihasilkan setiap tahunnya melalui program Short Film Pitching Project. Pada EoS 2023, tiga film pendek terpilih dari program tahun 2022 akan ditayangkan perdana antara lain Dengung Lebah (Buzzing Bee), Passing, dan Make a Wish.
Di sisi lain, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket menekankan, hubungan internasional yang terjalin antara Eropa dan Indonesia tidak harus dilihat dari politik hingga ekonomi, melainkan juga perlu dilihat dalam bidang kebudayaan. Karenanya, festival ini menjadi ajang komunikasi budaya antara Eropa dan Indonesia, terutama terkait produksi film.
"Menurut saya festival film ini salah satu cara untuk dapat menjangkau masyarakat Indonesia. Ini (festival EoS) bukan (hubungan) politik, ini bukan diplomasi atau perdagangan. Ini komunikasi antara budaya Eropa, termasuk produksi film, dan penonton di Indonesia," katanya.
Menurut Piket, hubungan di bidang kebudayaan antara Eropa dan Indonesia sangat penting untuk mendukung lahirnya sineas-sineas baru di Indonesia, lewat program pendanaan film pendek yang diadakan setiap tahun. [Budi Prasetyo]
Posting Komentar