Dimana sebelumnya terdakwa ditahan di rutan oleh pihak kejaksaan. Sedangkan pada sidang pertama terdakwa langsung ditetapkan menjadi tahanan rumah oleh majelis hakim.
Menanggapi Penetapan keputusan tersebut tentu saja menuai protes dari kuasa hukum korban. Kuasa hukum korban meminta pada majelis hakim, bahwa peradilan diminta untuk konsisten dalam menerapkan kesetaraan sebelum keadilan atau equality before the law.
Kuasa hukum korban mempertanyakan kapan pengiriman surat permohonan itu, kapan dibaca, kapan dimusyawarahkan, dan kapan dinilai oleh Majelis Hakim atas perkara nomor: 136/Pid.B/2023/PN.JKT.SEL, bahwa terdakwa layak menjadi tahanan rumah. Sedangkan di sidang pertama terdakwa sudah langsung ditetapkan menjadi tahanan rumah.
Martin Lukas Simanjuntak selaku kuasa hukum dari Pelapor berpendapat bahwa proses seperti itu sejatinya hampir mustahil terjadi. Dia menduga ada perlakuan khusus oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Shirly Prima Gunawan.
“Maka dari itu, saya meminta kita semua terapkan lah benar-benar asas equality before the law, jangan kita menganggap itu hanya sebagai bacaan saja di dinding,” ujar kuasa hukum Rizky, Martin Lukas Simanjuntak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kemudian, saksi ahli pidana yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditolak oleh hakim. Padahal sesuai KUHAP pasal 160 huruf c, dalam hal ada saksi baik yang memberatkan atau meringankan terdakwa yang diminta selama persidangan atau sebelum putusan maka hakim ketua wajib mendengar kesaksiannya,” lanjut Martin Lukas Simanjuntak.
Kasus ini berawal dari adanya jaminan bisnis tas bermerek sebesar Rp18 miliar melalui surat pernyataan hutang yang akhirnya tidak terealisasikan pembayarannya. Terdakwa Shirly Prima Gunawan memberikan bilyet giro atau giro kosong atau ditolak oleh otoritas Bank.
SIUP palsu yang digunakan oleh terdakwa Shirly Prima Gunawan dibuat seolah-olah terdakwa memiliki toko tas mewah sebagaimana yang tercantun pada SIUP tersebut. Ternyata setelah dilakukan pengecekan, SIUP itu ternyata palsu dan tidak pernah dikeluarkan oleh Kecamatan Kelapa Gading dan toko tas tersebut juga bukan milik terdakwa.
Akibat tindakan terdakwa, korban mengalami kerugian secara materiil dan immateriil, sebanyak 17 tas branded dari berbagai merek terkenal sesuai yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Perkara Pidana Nomor 136/Pid.B/2023/PN.JKT.SEL. [Red]
Sumber : Martin Lukas Simanjuntak (kuasa hukum korban)
Posting Komentar