Yofamedia.com, Jakarta - Antonius Tonny Trimarsanto, dikenal sebagai seorang sutradara dan pengajar dalam workshop film dokumenter. Lahir pada Oktober 1970, Tony menyelesaikan studinya dalam ilmu politik serta meraih gelar master di bidang film. Dengan latar belakangnya yang kaya dengan ilmu perfilman, tidak mengherankan jika karya-karyanya menarik perhatian banyak orang. Ia telah menerima berbagai penghargaan atas karya-karyanya, dan film-filmnya telah mendapat tempat istimewa di hati para penggemar film lokal. Beberapa dari karya-karyanya antara lain:
Serambi
Sebuah film dokumenter yang rilis pada 2005 lalu yang disutradarai oleh Tonny Trimarsanto bersama dengan sutradara kenamaan Garin Nugroho, Lianto Suseno dan Viva Westi. Film yang diproduseri oleh Christine Hakim ini bercerita tentang pemuda bernama Reza Idria, anak kecil bernama Maisarah Untari dan Usman, pengemudi becak motor yang berusaha meneruskan hidup pasca-tsunami Aceh 2004 lalu. Film ini menjadi film Indonesia pertama yang masuk dalam Un Certain Regard di Festival Film Cannes 2006.
Renita Renita
Karya dokumenter pertamanya yang mengangkat tema transgender sukses mendapatkan banyak apresiasi. Film ini diputar di puluhan festival film lokal maupun internasional. Film yang menggambarkan getirnya hidup Muhammad Zain Pundagau dengan nama malam Renita Pundagau ini berhasil meraih banyak penghargaan, beberapa di antaranya Best Short Asia di Cinemanila International Film Festival 2007 di Manila dan Best Film di Culture Unplugged International Film Festival 2009 di India.
Walking to the West
Film yang rilis pada 2013 ini bercerita tentang sebuah kampung, Tanjungan Wedi Klaten, yang masyarakatnya hidup sebagai petani. Pada tahun 2013, mereka mengadakan pemilihan kepala desa. Ada tiga orang kandidat yang maju sebagai calon kepala desa. Salah satu sosok yang mencalonkan diri adalah Heru. Seorang anak muda yang bermimpi melakukan perubahan di desanya, agar tidak lagi ada korupsi. Lewat arahan Tony sebagai sutradara membuat film ini masuk ke nominasi Festival Film Indonesia untuk kategori Film Dokumenter Terbaik 2014.
Bulu Mata
Film Bulu Mata, meraih Piala Citra di FFI untuk kategori film dokumenter panjang terbaik, yang semakin mengukuhkan karya-karya Tony memang layak untuk diapresiasi. Film Bulu Mata mengangkat kisah transgender yang hidup dalam keterasingan di tanah kelahirannya sendiri. Film ini diputar di berbagai festival film, salah satunya Festival Film di Kamboja.
One Big Sumba Family
Kini Tonny Trimarsanto kembali dengan karyanya yang tak kalah menarik. Masih dengan isu sosial, kali ini Tony mengangkat kisah sebuah keluarga besar. Besar dalam artian satu kepala keluarga, MD Raya dengan 12 istri. Di rilis 2022 lalu, film ini bercerita dari sisi pandang Martha, menantu dari MD Raya. Suaminya adalah anak pertama dari istri kedua belas MD Raya. Selama Adi, suami Martha, kuliah di Malang, Martha harus bekerja untuk keluarga MD Raya sambil menunggu suaminya pulang.
Sementara MD Raya menunggu Adi kembali dari kuliah, untuk menaikkan kembali harga diri keluarga mereka, yang hilang sejak MD Raya tidak lagi menjadi kepala desa. Kabar baiknya, film ini kini bisa ditonton di Bioskop Online. Jangan lewatkan kesempatan untuk menonton karya yang menarik dari Tonny ini, sekaligus turut mendukung perjalanan dari sineas Indonesia. Tiket dapat dibeli melalui situs www.bioskoponline.com atau melalui aplikasi Bioskop Online, tersedia di Google Play Store dan App Store. [Red]
Posting Komentar